DI BAWAH BATU NISAN
Sekujur tubuhku tersontak lemah, ubun-ubunku terasa dingin, tulang-tulangku mendadak rapuh, tanganku tak kuat mengangkat sesuatu, kakiku kocoba berdiri sambil melangkah, apa daya kakiku hanya mampu gemetar dan gemetar. Bagaikan orang yang mengalami ketakutan yang luar biasa. Kucoba memandangi wajahku di depan cermin sambil mengamat-amati sepasang bola mata yang menatap mataku yang notabenenya adalah mataku sendiri. Mata itu kini tidak seperti biasanya. Mata itu memandang penuh dengan kekosongan, mata itu kini sepertinya tidak ada lagi pengharapan. Ke dua kelopak mata itu kini membengkak. Mengapa Tidak? Sepanjang malam kedua bola mata ituhanya mampu mengeluarkan air dan air, dan kalau ditampung mungkin bisa membersihkan wajah yang sudah kusut itu. Benarlah apa yang dikatakan "The Lucky laki" dalam potongan lirik lagunya "aku bukanlah supermen, aku juga bisa nangis"
Aku mencoba menerawang jauh...jauh ke dalam alam pikiranku. Selama ini aku sadar dan tahu kalau pikiranku masih mampu berpikir positif. di luar dugaanku kini di dalam pikirankusepertinya hanya pikiran-piiran negatif. Pikiran negatif telah menggerogoti pikiranku. Sampai-sampai aku pun mulai berpikir untuk meninggalkan tempat dimana aku sekarang, pergi jauh...jauh...dab jauh.
Tubuhku, pikiranku, sepertinya tidak mampu lagi menghadapi kenyataan pahit yang sedang ku alami. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan guna memulihkan kondisi tubuhku, mengembalikan pikiran-pikiran positifku. Aku hanya bisa berharap akan belas kasihan, sentuhan kasih dari Sang Pencipta yang tidak pernah meninggalkan perbuatan tanganNya. Itu sebabnya tidak bosan-bosannya aku menaikkan doa, memohon kepadaNya supaya Dia memberikan kekuatan kepadaku, laksana Rajawali yang melayang tinggi merentangkan kedua sayapnya menembus badai yang sangat dasyat. Aku pun memohon di dalam doaku kepada Dia yang adalah sumber jawaban doa itu, supaya pikiranku dipulihkan seperti Kristus berpikir.
Semuanya itu bisa terjadi karena harapanku kandas di tengah jalan, cita-citaku yang telah kubangun bertahun-tahun pupus sudah. Suka-dukaku, manis getirnya perjalananku kini hanya tinggal kenangan. Sebuah kenangan yang sulit untuk dilupakan tetapi harus kulupakan.
Kini harapanku itu, cita-citaku, perjalanan suka-duka, dan menis getirnya perjalananku dengannya, harus kubungkus dalam sebuah kenangan. segala apa yang ada dalam bungkusan kenangan itu aku kubur dalam-dalam "DI BAWAH BATU NISAN". DI BAWAH BATU NISAN ini kutaruh harapanku yang telah kandas itu. Hingga pada akhirnya, semua kenangan itu membusuk, membusuk dan membusuk dan hilang di telan waktu DI BAWAH BATU NISAN.
Sekujur tubuhku tersontak lemah, ubun-ubunku terasa dingin, tulang-tulangku mendadak rapuh, tanganku tak kuat mengangkat sesuatu, kakiku kocoba berdiri sambil melangkah, apa daya kakiku hanya mampu gemetar dan gemetar. Bagaikan orang yang mengalami ketakutan yang luar biasa. Kucoba memandangi wajahku di depan cermin sambil mengamat-amati sepasang bola mata yang menatap mataku yang notabenenya adalah mataku sendiri. Mata itu kini tidak seperti biasanya. Mata itu memandang penuh dengan kekosongan, mata itu kini sepertinya tidak ada lagi pengharapan. Ke dua kelopak mata itu kini membengkak. Mengapa Tidak? Sepanjang malam kedua bola mata ituhanya mampu mengeluarkan air dan air, dan kalau ditampung mungkin bisa membersihkan wajah yang sudah kusut itu. Benarlah apa yang dikatakan "The Lucky laki" dalam potongan lirik lagunya "aku bukanlah supermen, aku juga bisa nangis"
Aku mencoba menerawang jauh...jauh ke dalam alam pikiranku. Selama ini aku sadar dan tahu kalau pikiranku masih mampu berpikir positif. di luar dugaanku kini di dalam pikirankusepertinya hanya pikiran-piiran negatif. Pikiran negatif telah menggerogoti pikiranku. Sampai-sampai aku pun mulai berpikir untuk meninggalkan tempat dimana aku sekarang, pergi jauh...jauh...dab jauh.
Tubuhku, pikiranku, sepertinya tidak mampu lagi menghadapi kenyataan pahit yang sedang ku alami. Aku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan guna memulihkan kondisi tubuhku, mengembalikan pikiran-pikiran positifku. Aku hanya bisa berharap akan belas kasihan, sentuhan kasih dari Sang Pencipta yang tidak pernah meninggalkan perbuatan tanganNya. Itu sebabnya tidak bosan-bosannya aku menaikkan doa, memohon kepadaNya supaya Dia memberikan kekuatan kepadaku, laksana Rajawali yang melayang tinggi merentangkan kedua sayapnya menembus badai yang sangat dasyat. Aku pun memohon di dalam doaku kepada Dia yang adalah sumber jawaban doa itu, supaya pikiranku dipulihkan seperti Kristus berpikir.
Semuanya itu bisa terjadi karena harapanku kandas di tengah jalan, cita-citaku yang telah kubangun bertahun-tahun pupus sudah. Suka-dukaku, manis getirnya perjalananku kini hanya tinggal kenangan. Sebuah kenangan yang sulit untuk dilupakan tetapi harus kulupakan.
Kini harapanku itu, cita-citaku, perjalanan suka-duka, dan menis getirnya perjalananku dengannya, harus kubungkus dalam sebuah kenangan. segala apa yang ada dalam bungkusan kenangan itu aku kubur dalam-dalam "DI BAWAH BATU NISAN". DI BAWAH BATU NISAN ini kutaruh harapanku yang telah kandas itu. Hingga pada akhirnya, semua kenangan itu membusuk, membusuk dan membusuk dan hilang di telan waktu DI BAWAH BATU NISAN.