BAB VI SIMBOLISME DAN PLURALISME DALAM AGAMA
1. Pengertian Simbol
Istilah simbol diambil dari bahasa Yunani yaitu “ sumbolon” yang diartikan sebagai suatu benda ingat-ingatan atau tanda pengingat. Simbol bisa berupa kata, objek, barang, atau benda, tindakan, peristiwa, yang mengisyaratkan sesuatu yang lebih besar, agung, mulia, dari apa yang di simbolkannya. Misalnya cincin perkawinan. Cincin sebagai simbol tetapi tidak lebih agung luhur dari pada perkawinan itu sendiri.
Simbol tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Itu sebabnya manusia memerlukan yang namanya simbol. Bahkan dalam mengaktualisasikan dirinya pun manusia selalu menggunakan simbol – simbol, Misalnya ketika seseorang jatuh cinta, untuk mengungkapkan perasaannya tersebut ia memberikan setangkai bunga mawar kepada sidia atau dengan bahasa tubuh, sikap yang malu-malu dll.
Bambang Subandirjo mengatakan:“ sebagai makhluk yang berakal budi, manusia dapat menciptakan simbol-simbol untuk mengaktualisasikan pikiran dan kehendaknya. Dengan pikirannya manusia menciptakan simbol dan dengan menggunakan simbol-simbol manusia berpikir untuk mengartikannya”.
Simbol tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Itu sebabnya manusia memerlukan yang namanya simbol. Bahkan dalam mengaktualisasikan dirinya pun manusia selalu menggunakan simbol – simbol, Misalnya ketika seseorang jatuh cinta, untuk mengungkapkan perasaannya tersebut ia memberikan setangkai bunga mawar kepada sidia atau dengan bahasa tubuh, sikap yang malu-malu dll.
Bambang Subandirjo mengatakan:“ sebagai makhluk yang berakal budi, manusia dapat menciptakan simbol-simbol untuk mengaktualisasikan pikiran dan kehendaknya. Dengan pikirannya manusia menciptakan simbol dan dengan menggunakan simbol-simbol manusia berpikir untuk mengartikannya”.
Dalam hal agama pun manusia memerlukan yang namanya simbol. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa agama adalah suatu sistem simbol untuk mengungkapkan konsep-konsep dan gagasan-gagasan tentang kekudusan serta relasi manusia dengan Allah. Simbol memiliki peranan penting sebagai sarana umat menghayati agamanya. Simbol-simbol keagamaan bukanlah untuk diagung-agungkan dan juga bukan melambangkan tingginya kualitas iman seseorang, karena fungsi simbol di dalam agama sejatinya sebagai tanda, berlambang dari hal-hal yang agung, luhur dari agama tersebut. Simbol tidak boleh diutamakan, diagungkan, di nomor satukan, karena ketika kita menomorsatukan simbol saat itu pun kita telah menomor duakan ALLAH.
3. Pengertian Pluralisme
Ingat Indonesia maka suka atau tidak suka kita diingatkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Benarkah demikian? Jika benar coba tuliskan beberapa bukti bahwa Indonesia bangsa yang majemuk Menurut kamus kontemporer Bahasa Indonesia, Pluralisme adalah “keadaan masyarakat yang majemuk, (bersangkutan dengan sistem sosial atau politik ). Dari pengertian ini oleh para teolog dikembangkan ke dalam lingkup agama-agama, untuk menjelaskan kemajemukan agama-agama.
Pengertian di atas sangat relevan dengan realitas bangsa Indonesia yang pluralis (majemuk) Dr. Masykuri Abdilah, dosen fakultas syariat/pascasarjana IAIN Jakarta mengatakan “kemajemukan ini merupakan Sunnatullah (hukum alam). Dari segi agama, sejarah menunjukkan bahwa hampir semua agama, khususnya agama-agama besar yang ada di dalam dunia ada di Indonesia hal ini disadari betul oleh para The faunding father bangsa ini sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan: “Bhineka Tunggal Ika”, “Sumpah Pemuda”, bahkan pencoretan “tujuh kata” dalam pancasila, yang terdapat dalam piagam Jakarta pun dapat dipahami dalam konteks menghargai pluralisme.
Dalam pluralisme agama, semua agama tidak dianggap sama, tetapi semua agama saling membuka diri terhadap masalah-masalah bersama dari sudut pandang agama masing-masing muara dari keterbukaan ini adalah pembentukan-etika, moral dan spiritualitas masyarakat yang plural untuk menghargai keyakinan. Bersamaan dengan itu menghormati keyakinan-agama lain. Penganut agama lain tidak dilihat sebagai musuh, lawan, atau saingan.
Pengertian di atas sangat relevan dengan realitas bangsa Indonesia yang pluralis (majemuk) Dr. Masykuri Abdilah, dosen fakultas syariat/pascasarjana IAIN Jakarta mengatakan “kemajemukan ini merupakan Sunnatullah (hukum alam). Dari segi agama, sejarah menunjukkan bahwa hampir semua agama, khususnya agama-agama besar yang ada di dalam dunia ada di Indonesia hal ini disadari betul oleh para The faunding father bangsa ini sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan: “Bhineka Tunggal Ika”, “Sumpah Pemuda”, bahkan pencoretan “tujuh kata” dalam pancasila, yang terdapat dalam piagam Jakarta pun dapat dipahami dalam konteks menghargai pluralisme.
Dalam pluralisme agama, semua agama tidak dianggap sama, tetapi semua agama saling membuka diri terhadap masalah-masalah bersama dari sudut pandang agama masing-masing muara dari keterbukaan ini adalah pembentukan-etika, moral dan spiritualitas masyarakat yang plural untuk menghargai keyakinan. Bersamaan dengan itu menghormati keyakinan-agama lain. Penganut agama lain tidak dilihat sebagai musuh, lawan, atau saingan.
Uji Kompetensi
- Apa yang anda ketahui tentang simbol?
- Jelaskanlah hubungan antara simbol dengan yang disimbolkannya?
- Sebutkanlah simbol-simbol yang ada di agama-agama seperti dibawah ini: Kristen, Khatolik, Islam, Hindu, Budha. Minimal lima simbol tiap-tiap Agama?
- Apa artinya pluralisme ?
- Sebutkanlah beberapa pondasi yang telah di tetapkan oleh The founding father dalam konteks menghargai pluralisme?