Oleh: Joel Nababan
Pemilihan umum telah memanggil kita
S'luruh rakyat menyambut gembira
Hak demokrasi Pancasila
Hikmah Indonesia merdeka
Pilihlah wakilmu yang dapat dipercaya
Pengemban AMPERA yang setia
Dibawah Undang-undang Dasar 45
Kita menuju kePemilihan Umum
Pemilihan umum telah memanggil kita
S'luruh rakyat menyambut gembira
Hak demokrasi Pancasila
Hikmah Indonesia merdeka
Pilihlah wakilmu yang dapat dipercaya
Pengemban AMPERA yang setia
Dibawah Undang-undang Dasar 45
Kita menuju kePemilihan Umum
Lirik lagu di atas tentunya sudah sangat familier ditelinga rakyat Indonesia. Lagu di atas menjadi panggilan sekaligus mengajak dan mengingatkan kita bahwa Pemilihan Umum sudah di depan mata. Dan memang dalam hitungan beberapa hari kedepan Indonesia akan memamasuki PEMILU. Dan oleh sejumlah pengamat tahun 2014 ini disebut dengan tahun politik. Tahun ini juga menjadi tahun yang sangat penting buat republik ini dalam menentukan seperti apa Indonesia kedepan. Tahun politik dan tahun yang sangat penting buat republik ini karena memang bangsa Indonesia akan masuk dalam pesta demokrasi, pesta rakyat. Hal itu diawali dengan PILEG baik tingkat pusat (DPR/DPD) maupun tingkat daerah (DPRD) yang diadakan pada tanggal 9 April 2014. Berdasarkan DCT yang ada di Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 6.607 politisi yang akan bertarung memperebutkan 560 kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di 77 daerah pemilihan diseluruh Indonesia. Sebanyak 945 politisi yang akan memperebutkan 132 kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari 33 daerah pemilihan. Belum lagi puluhan ribu politisi yang akan bertarung untuk memperebutkan kursi DPRD di tingkat provinsi maupun ditingkat kabupaten/kota yang cukup signifikan penambahannya untuk tahun 2014. Untuk tingkat Provinsi ada 2.137 kursi untuk diperebutkan, atau dengan kata lain ada penambahan sekitar 134 kursi dari jumlah kursi sebelumnya yang hanya 2.008 dalam pemilu 2009. Sementara untuk Tingkat Kabupaten/kota ada 17.560 kursi sementara tahun 2009 16.343 mengalami penambahan sekitar 1.215 kursi untuk tahun 2014. Dari sekian banyaknya para Caleg yang akan bertarung, wajah-wajah lama masih tetap mendominasi PILEG kali ini. Tiga bulan kemudian, tepatnya tanggal 9 Juli 2014 Pemilihan Presiden untuk Putaran I akan digelar. Sejumlah nama Capres dan Cawapres pun sudah bermunculan, bahkan tidak sedikit dari antara mereka yang jauh-jauh hari telah mendeklarasikan diri semisal; Aburizal Bakrie (Capres Partai Golkar), Prabowo Subianto (Capres partai Gerindra), Wiranto dan Hary Tanoesoedibjo (Capres dan Cawapres Partai Hanura), Mahfud MD dan Rhoma Irama (Bakal Capres PKB), PDI Perjuangan mengusung Joko Widodo Sebagai Capresnya, Partai Demokrat melakukan konvensi guna menjaring calon presidennya dan masih banyak lagi. Siapapun yang mencalonkan diri jadi Caleg, Capres dan Cawapres tentunya itu sah-sah saja. Berbagai manuver pun dilakukan oleh para Caleg dan Capres guna memperkenalkan diri kepada konstituennya. Mulai dari mencetak stiker/brosur dari ukuran mini sampai ukuran raksasa, mengiklankan diri lewat media cetak maupun media elektronik, menghadiri perayaan-perayaan besar agama, menghadiri acara-acara arisan/kumpulan keluarga, dll yang tentunya semua ini dilakukan untuk meminta dukungan maupun doa. Namun keputusan finalnya tetap ada pada si pemilih, artinya si pemilih harus lebih cerdas dan cermat dalam menentukan pilihannya.
Indonesia Memilih, ya Indonesia akan memilih para pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Itu sebabnya lirik lagu “Pemilihan Umum Telah Memanggil Kita” menitipkan pesan moral kepada para pemilih dimana pun mereka menggunakan hak suaranya, yang antara lain: MEMILIH WAKIL YANG DAPAT DIPERCAYA: Sudah menjadi rahasia umum kalau kepercayaan publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat dan Partai Politik yang ada semakin hari semakin merosot. Kemerosotan kepercayaan publik ini bukanlah sekedar isapan jempol belaka. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cirus Surveyor Group, sebanyak 53,6 persen responden menilai anggota DPR periode 2009-2014 tidak memperjuangkan anggaran kepentingan rakyat, sebanyak 47,9 persen responden menilai anggota DPR tidak membuat UU yang bermanfaat untuk kepntingan rakyat. Hal itu disampaikan Direktur Riset Cirus Surveyor Group Kadek Dwita Apriani di restoran pulau Dua, Senayan Jakarta Minggu 5/1 (Warta Kota Senayan). Senada dengan itu, Arya Budi selaku Direktur Riset Pol-Tracking Institute mengemukakan bahwa hasil survey Nasional yang dilakukan lembaga itu menunjukkan hanya 12,64 persen masyarakat yang menjawab puas terhadap kinerja DPR periode 2009-2014. Sisanya sebanyak 61,68 persen menyatakan tidak puas terhadap kinerja DPR, dan sebanyak 25,68 persen menyatakan tidak tahu (Tempo.co, Jakarta). Sementara itu Salahuddin Wahid (Gus Solah) selaku Ketua Komite Konvensi Rakyat menilai Kepercayaan DPR merosot karena prilaku anggota dewan yang tidak serius dan suka membolos. Kepercayaan masyarakat terhadap DPR dan partai politik jauh lebih merosot. Partai-partai tidak ideologis lagi, lebih pragmatis dan lebih transaksional dibandingkan pada tahun 1990-an kata Gus Solah (Jakarta-Antara). Banyaknya angota Dewan, baik ditingkat Kabupaten/Kotamadnya, Provinsi dan Pusat yang tersangkut kasus Korupsi makin memperparah kepercayaan rakyat terhadap lembaga yang terhormat itu.
Melihat realitas di atas, tentunya ini menjadi barometer bagi kita sebagai pemilih untuk menentukan pilihannya. Melihat realistas di atas juga mengundang segudang pertanyaan; Masih layakkah mereka dipilih/dipertahankan? Dengan kinerja yang demikian itu, bukankah selayaknya mereka mendapat raport merah, yang dalam istilah dunia pendidikan kita remedial? Masih layakkah mereka dipertahankan? Bukankah lebih bijak bagi bangsa ini memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperbaiki kepercayaan publik yang kian minim itu? Dan bagi Caleg, Capres/Cawapres yang mencalonkan diri, pemilu kali ini harus menjadi momentum yang sangat baik untuk intropeksi diri, berbenah diri guna memulihkan kepercayaan publik yang sudah terlancur tersakiti itu. Karena memang dalam situasi seperti ini mencari, memilih vigur-vigur yang dapat dipercaya tetunya bukanlah sesuatu yang mudah.
Pesan moral berikutnya yang disampaikan oleh lagu “Pemilihan Umum telah Memanggil Kita” PENGEMBAN AMPERA YANG SETIA. Dimasa-masa pemilu seperti ini, kampanye yang dilakukan oleh para Caleg, Capres, Cawapres/Parpol seumpama pasar loak yang sedang menjajakan barang dagangannya. Lihatlah sejumlah besar iklan yang dijajakan para Caleg, Capres/Cawapres/Parpol baik melalui kartu nama, brosur, spanduk, baliho, media cetak, media elektronik, pesawat pribadi maupun carteran dll, dengan embel-embel; jujur, peduli, tegas, cerdas, bersih, siap memperjuangkan nasib rakyat, biaya pendidikan/kesehatan gratis, berjuang untuk kaum minoritas, amanah, religious, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tidak ada lagi kesenjangan sosial, membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, meningkatkan pendapatan rakyat kecil, memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, bebas korupsi, membawa perubahan dll. Tulisan dengan embel-embel yang diusung para Caleg, Capres/Cawapres/parpol ini tentunya diharapkan bagaikan mangnet yang mampu menarik setiap orang yang membaca maupun yang mendengarnya. Menjadi senjata pamungkas untuk menjual dirinya. Dengan mengesampingkan perasaan curiga, tentunya setiap kata-kata, kalimat yang serba wau dan nan indah yang diusung para Caleg, Capres/Cawapres/Parpol itu sesuatu yang mulia dan sangat terpuji. Namun, hal itu menjadi tidak mulia dan menjadi sangat tidak terpuji mana kala itu digunakan hanya sekedar mendulang suara ataupun menarik simpatik rakyat sebagai pemilih. Sehingga, setelah selesai Pemilu dan mereka duduk disingga sana, tulisan ataupun motto ataupun embel-embel yang mereka usung dulu kini hilang laksana ditelan bumi, bagaikan kapal selam yang menyelam didasar laut, tidak terdengar lagi gaungnya seperti yang pernah mereka jajakan dulu. Tidak ada lagi pakaian kesederhanaan yang pernah mereka pakaikan dulu, tidak ada lagi penampilan raut muka kesederhanaan, tidak ada lagi kalimat-kalimat yang pro rakyat. Tidak ada lagi Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat yang Setia. Tetapi yang ada Pengemban AMPEPRI (Amanat Penderitaan Pribadi), Pengemban AMPEKEL (Amanat Penderitaan Keluarga) dan Pengemban AMPEPAR (Amanat Penderitaan Partai). Dan dari pengalaman kita tidak sedikit anggota dewan yang terhormat itu memiliki prilaku yang demikian, alias kacang lupa akan kulitnya.
Indonesia Memilih, ya ini adalah pesta rakyat Indonesia, ini adalah pesta demokrasi kita. Itu sebabnya mari kita pergunakan kesempatan yang baik ini dengan sebaik-baiknya. Mari kita rayakan pesta demokrasi ini dengan penuh sukacita, penuh pengharapan dan antusias. Sebab apa dan bagaimana bangsa Indonesia ke depan kita sebagai pemilihlah yang menentukan. Selamat Memilih Indonesiaku.
Pesan moral berikutnya yang disampaikan oleh lagu “Pemilihan Umum telah Memanggil Kita” PENGEMBAN AMPERA YANG SETIA. Dimasa-masa pemilu seperti ini, kampanye yang dilakukan oleh para Caleg, Capres, Cawapres/Parpol seumpama pasar loak yang sedang menjajakan barang dagangannya. Lihatlah sejumlah besar iklan yang dijajakan para Caleg, Capres/Cawapres/Parpol baik melalui kartu nama, brosur, spanduk, baliho, media cetak, media elektronik, pesawat pribadi maupun carteran dll, dengan embel-embel; jujur, peduli, tegas, cerdas, bersih, siap memperjuangkan nasib rakyat, biaya pendidikan/kesehatan gratis, berjuang untuk kaum minoritas, amanah, religious, duduk sama rendah berdiri sama tinggi, tidak ada lagi kesenjangan sosial, membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, meningkatkan pendapatan rakyat kecil, memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, bebas korupsi, membawa perubahan dll. Tulisan dengan embel-embel yang diusung para Caleg, Capres/Cawapres/parpol ini tentunya diharapkan bagaikan mangnet yang mampu menarik setiap orang yang membaca maupun yang mendengarnya. Menjadi senjata pamungkas untuk menjual dirinya. Dengan mengesampingkan perasaan curiga, tentunya setiap kata-kata, kalimat yang serba wau dan nan indah yang diusung para Caleg, Capres/Cawapres/Parpol itu sesuatu yang mulia dan sangat terpuji. Namun, hal itu menjadi tidak mulia dan menjadi sangat tidak terpuji mana kala itu digunakan hanya sekedar mendulang suara ataupun menarik simpatik rakyat sebagai pemilih. Sehingga, setelah selesai Pemilu dan mereka duduk disingga sana, tulisan ataupun motto ataupun embel-embel yang mereka usung dulu kini hilang laksana ditelan bumi, bagaikan kapal selam yang menyelam didasar laut, tidak terdengar lagi gaungnya seperti yang pernah mereka jajakan dulu. Tidak ada lagi pakaian kesederhanaan yang pernah mereka pakaikan dulu, tidak ada lagi penampilan raut muka kesederhanaan, tidak ada lagi kalimat-kalimat yang pro rakyat. Tidak ada lagi Pengemban Amanat Penderitaan Rakyat yang Setia. Tetapi yang ada Pengemban AMPEPRI (Amanat Penderitaan Pribadi), Pengemban AMPEKEL (Amanat Penderitaan Keluarga) dan Pengemban AMPEPAR (Amanat Penderitaan Partai). Dan dari pengalaman kita tidak sedikit anggota dewan yang terhormat itu memiliki prilaku yang demikian, alias kacang lupa akan kulitnya.
Indonesia Memilih, ya ini adalah pesta rakyat Indonesia, ini adalah pesta demokrasi kita. Itu sebabnya mari kita pergunakan kesempatan yang baik ini dengan sebaik-baiknya. Mari kita rayakan pesta demokrasi ini dengan penuh sukacita, penuh pengharapan dan antusias. Sebab apa dan bagaimana bangsa Indonesia ke depan kita sebagai pemilihlah yang menentukan. Selamat Memilih Indonesiaku.